Jumat, 31 Mei 2024

 

AKSI NYATA BUDAYA POSITIF MODUL 1.4.a.9.1

PENERAPAN BUDAYA POSITIF SEBAGAI KARAKTER WARGA SEKOLAH UNTUK MEWUJUDKAN PROFIL PELAJAR PANCASILA”
Oleh : NADI, S.Pd.
SD NEGERI KARANGMALANG 1 KASREMAN

CGP ANGKATAN 10_KABUPATEN NGAWI

A.                   LATAR BELAKANG

Maksud pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia, maupun anggota masyarakat, dengan kata lain seorang pendidik itu hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak, ibarat seorang petani yang menanam jagung misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya jagung, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman jagung, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.

Seorang anak bukanlah seperti kertas kosong (teori tabularasa oleh John Locke, mengungkapkan bahwa anak lahir ibarat sebuah 'kertas kosong' yang mana membutuhkan orang dewasa untuk mengisi dan mewarnainya) tetapi anak telah membawa kekuatan kodrat dan potensi baiknya masing-masing yang masih bergaris halus, seorang pendidik bertugas menebalkan garis tersebut, menuntun dan menguatkan potensi-potensi kebaikan yang dimiliki seorang anak.

Banyak cara atau metode yang dapat dilakukan seorang pendidik dalam menuntun kekuatan kodrat anak “…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” maka seorang pendidik dapat melakukan hal


seperti itu melalui lingkup peran dan nilai sebagai seorang guru penggerak yaitu berperan menjadi pemimpin pembelajaran, menggerakkan komunitas praktisi, mendorong kolaborasi antar guru, menjadi coach bagi guru lain, dan mewujudkan kepemimpinan murid. Utamanya peran kepemimpinan pembelajaran agar mampu mendorong tumbuh kembang peserta didik secara holistic, aktif dan proaktif dalam mengembangkan pendidik lainnya untuk mengimplementasikan pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik (merdeka belajar) serta menjadi teladan dan agen transformasi ekosistem pendidikan untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila. Tentunya dalam menjalankan peran tersebut seorang guru harus mempunyai nilai-nilai keberpihakan pada murid, mandiri, kolaboratif, reflektif dan inovatif.

Dimensi profil Pancasila meliputi 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif. Dimensi tersebut merupakan suatu karakter yang sangat dibutuhkan oleh insan Indonesia sebagai tujuan pendidikan nasional sehingga menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat di mata dunia.

Dimensi profil pelajar Pancasila merupakan budaya positif yang harus tumbuh menjadi karakter semua warga sekolah. Karakter budaya positif tersebut dapat terwujud apabila diterapkan disiplin positif . Menurut KHD “dimana ada kemerdekaan, disitulah harus ada disiplin yang kuat. Sungguhpun disiplin itu bersifat ”self discipline” yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka.

Budaya Positif di sekolah ialah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan- kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab. Diperlukan perubahan paradigma yaitu melakukan perubahan positif mulai dari diri kita sendiri (guru) yang menjadi tauladan dan menciptakan suasana kelas yang nyaman, kondusif, indah, bersih, meyenangkan dalam mendukung proses belajar mengajar

Upaya dalam menanamkan budaya positif di sekolah, guru memiliki peran sentral yaitu posisi kontrol guru sebagai manajer dalam meningkatkan kreativitas belajar siswa membentuk budaya positif. Guru juga berperan sebagai motivator dan inspirator dalam


menumbuhkan budaya positif sehingga nantinya guru akan menjadi “ing ngarsa sung tuladha” dan menjadi agen transformasi perubahan. Dalam menciptakan budaya positif, guru tentunya harus bekerjasama / kolaborasi dengan ekosistem sekolah dalam hal ini kepala sekolah, rekan-rekan guru dan juga murid serta melibatkan orangtua dan masyarakat sekitar.

B.                   TUJUAN

Aksi nyata penerapan budaya positif mempunyai tujuan sebagai berikut :

1.    Menciptakan dan menumbuhkan budaya positif pada semua warga sekolah sebagai contoh : religius, semangat, aktif, kreatif, budaya salam – sapa - santun, menghormati guru dan teman, peduli kepada teman dan lingkungan yang bersih- indah, menghargai waktu dan bertanggung jawab

2.    Mendukung perilaku positif menjadi karakter yang dimiliki oleh semua warga sekolah.

3.    Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan

 

C.                                          PELAKSANAAN PENERAPAN BUDAYA POSITIF

 Dispilin budaya positif di lingkungan sekolah yang harus dilaksanakan oleh semua wargaa sekolah yaitu siswa, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, karyawan, dan stake holder haruslah dilaksanakan sejak dini.

Hal penting adalah melakukan pengamatan terhadap situasi dan kondisi keadaan sekolah utamanya para siswa. Dari hasil pengamatan diyakini perluk upaya memberikan pembiasaan budaya positif bagi para murid yang dimulai dari kesadaran diri sendiri untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan yang baik di kelas dan lingkungan sekolah. Pelaksanaan budaya positif ini perlu mendapat perhatian guru dan pengarahan (guru menuntun laku anak) secara perlahan-lahan . sehingga tujuan yang diinginkan di awal dapat tercapai.


D.                                        LANGKAH AKSINYATA

1.    Berkoordinasi dengan pemangku kebijakan sekolah, seluruh stakeholder yang mendukung yakni orang tua/wali murid, wali kelas dan seluruh guru sejawat, dan juga tenaga kependidikan sekolah untuk penerapan budaya positif di sekolah. Kunci keberhasilan adalah kolaborasi seluruh elemen sekolah.


Koordinasi dengan Kepala Sekolah


                        Koordinasi Guru dan Karyawan

                Koordinasi dengan Wali/Orangtua siswa

2.    Bersama siswa membuat dan menetapkan keyakinan kelas untuk disepakati bersama. Keyakinan kelas berisi nilai-nilai kebajikan universal yang akan membuat kelas dan sekolah terasa aman dan nyaman bila terus dilaksanakan oleh seluruh warganya sehingga menjadi budaya positif. Keyakinan kelas yang disepakati Bersama

: 1) Menghormati Guru dan Teman. 2) Peduli kepada Teman 3) Peduli lingkungan kelas yang bersih. 4) Tidak makan saat pelajaran. 5) Meminta ijin ketika keluar dan masuk kelas. 6) Disiplin waktu dan lain sebagainya 


Langkah Awal Membuat Keyakinan Kelas

E.                                        TOLOK UKUR KEBERHASILAN

1.  Siswa termotivasi untuk membuat dan melaksanakan keyakinan kelas yang menjadi kesepakatan bersama

2.  Terwujudnya pembelajaran yang menyenangkan

3.  Terwujudnya suasana kelas dan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman karena berusaha menerapkan budaya positif secara pasti.

 

F.                                         HASIL NYATA

1.  Siswa melaksanakan keyakinan kelas dengan konsisten dan penuh tanggung jawab

2.  Terwujudnya pembelajaran menyenangkan dan suasana kelas yang ceria, penuh semangat karena budaya positif dapat dilaksanakan



     


                         Suasana Kelas yang Aman dan Nyaman serta Pembelajaran yang Menyenangkan  

 G.  TANTANGAN dan SOLUSI

Terdapat tantangan dalam pelaksanaan budaya positif, di kelas/sekolah. Keadaan ini wajar karena anak usia Sd masih sangat labil sehingga karakter siswa juga bermacam-macam, ada yang bisa disiplin melaksanakan kesepakatan tetapi ada juga yang melanggar. Untuk siswa yang melanggar guru mengambil posisi kontrol manajer, mengupayakan melakukan segitiga restitusi untuk mengetahui alasan dari pelanggaran yang dilakukan siswa, sehingga ketika ada siswa yang melanggar maka tidak langsung menghukum tetapi memberi solusi bagi siswa sekaligus menanamkan konsep-konsep tentang disiplin positif dan pemberian motivasi untuk lebih memiliki karakter budaya positif.

Praktik Restitusi pada Siswa

Gambar di atas guru sedang melaksanakan praktik segitiga restitusi terhadap siswa yang 1) Siswa yang marah karena pekerjaannya dicontek oleh temannya. 2) Siswa yang sering terlambat sekolah (melanggar kesepakatan kelas). Tugas guru sebagai among harus dilaksanakan dengan senantiasa menjadikan dirinya sebagai teladan untuk dapat menuntun dan membimbing murid melaksanakan budaya positif. Posisi control yang sebaiknya dimiliki oleh guru adalah posisi manajer.

Praktik segitiga restitusi terdiri dari 3( tiga) langkah yaitu Menstabilkan validasi tindakan yang salah, menanyakan keyakinan.

 

H.                                        DOKUMENTASI BUDAYA POSITIF DI LINGKUNGAN SEKOLAH
1.             Berdoa sebelum dan sesudah pembelajaran (Religius)



2.             Kegiatan Peningkatan Keimanan dan Ketaqwaan kepada Tuhan YME (Bersifat Religius)

Kegiatan peningkatan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME rutin dilakukan setiap hari shoalat dhuha dan dhuhur untuk seluruh siswa, kegiatan berpusat di mushola dekat sekolah.

 

3.             Menghormati Guru

Siswa memperhatikan penjelasan Guru dalam Pembelajaran


4.             Budaya Salam dan Sapa


5. Budaya menjaga kebersihan kelas

6.             Menjaga Kebersihan Lingkungan Sekolah dalam Kegiatan Jum’at Bersih

 

7.             Semangat Belajar Siswa yang Tinggi

Selain mengikuti pembelajaran di kelas dengan baik, siswa juga mengikuti kegiatan ekstrakurikuler antara lain: TIK, drumband, pramuka


8.          Menumbuhkan kepedulian kepada Sesama

9.          Meningkatkan kolaborasi siswa dalam kegiatan projek

Kegiatan projek mengasah ketrampilan siswa dan kemampuan berkolaborasi dalam tim. Kegiatan ini dapat menumbuhkan rasa kepedulian kepada sesama teman, kerjasama yang baik, dan saling menghormati. Kegiatan projek siswa dilakukan baik di dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah dengan bekerjasama dengan pihak lain. Anak-anak merasa senang dengan kegiatan projek karena memberikan pengalaman yang berkesan mampu melakukan suatu kegiatan yang dapat menghasilkan produk buatannya sendiri.

Kegiatan membatik dan menganyam tas
10. Guru dan karyawan senantiasa memberi tauladan kepada siswa tentang budaya positif dengan disiplin dalam kegiatan sekolah, aktif dalam pembelajaran, aktif dalam kegiatan peningkatan kompetensi dan kolaborasi

                                   Melatih sikap dispilin

                          Kolaborasi dengan teman sejawat

                          Pendampingan teman sejawat

I.                                       PENUTUP

Kunci keberhasilan dalam mewujudkan tujuan penerapan budaya positif di sekolah menjadi suatu karakter adalah komitmen, disiplin dan kesadaran akan suatu keyakinan bahwa suatu yang baik adalah sangat bermanfaat. Semua warga sekolah harus saling mendukung penerapan budaya positif di lingkungan sekolah, semua harus saling mengingatkan dalam kebaikan, dan saling memberi contoh yang baik. Kebaikan bisa menjadi contoh yang efektif jika dimulai dari diri kita sendiri. Dengan menghargai orang lain dan peduli kepada lingkungan maka suasana pembelajaran yang menyenangkan akan terwujud yang berimplikasi langsung pada terwujudnya profil pelajar pancasila.















 




                       


 







JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 3.3_Nadi

  JURNAL REFLEKSI DWI MINGGUAN MODUL 3.3 PENGELOLAAN PROGRAM YANG BERDAMPAK POSITIF PADA MURID Nadi, S.Pd. CGP Angkatan 10 Kabupaten...